Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.
(Matius 11: 28)
Sebagai seseorang yang pernah melalui betapa gelapnya kondisi terendah kehidupan, tulisan ini (dan yang selanjutnya akan kutulis dalam label “christian”) adalah kata-kata yang sungguh tulus keluar dari lubuk hatiku yang paling dalam.
Semua orang dewasa pasti pernah mengalami naik-turun dalam fase hidupnya, betapa manis dan pahitnya kehidupan yang sebenarnya. Orang-orang menyebutnya asam garam kehidupan. Ya, mau tidak mau, setiap orang harus melalui proses itu supaya bisa jadi pribadi yang lebih baik dari hari kemarin, lebih bijak. Aku, di usiaku yang hampir memasuki masa seperempat abad ini, sangat bersyukur bahwa aku sudah pernah merasakan betapa gelap, dingin, dan pahitnya berada di titik terendah hidupku itu. Aku sampai berpikiran untuk mengakhiri hidupku saat itu, karena aku hilang arah dan tujuan.
Aku sungguh tak punya semangat hidup…dan tak bisa menyalakan api semangat itu sedikit pun. Jika diingat lagi, itu memang memori yang sangat pahit. Aku tak mau kembali lagi ke masa itu. Tapi di sisi lain, aku sangat bersyukur. Aku bersyukur karena Tuhan masih memelihara hidupku. Dia memampukan aku untuk melalui masa yang “tak mungkin” itu.