Wednesday 26 August 2015

Belajar Merawat Bunga

Kuakui, meski perempuan tapi aku punya ketertarikan yang rendah terhadap bunga-bungaan. Aku tak pernah punya keinginan yang kuat untuk menanam/merawat bunga sebesar keinginanku akhir-akhir ini. Aku tak pernah mengerti banyak orang menyukai buket (bunga) atau bunga mawar satuan yang dijual di toko-toko bunga. Memang terlihat bagus sih, tapi bukankah bunga-bunga itu akan layu dalam 2-3 hari ke depan? Lantas apa yang bisa kita lakukan terhadap bunga yang sudah layu itu selain membuangnya? Di situlah ketidakpahamanku selama ini.
 
Pas sudah mekar :D
 
Suatu ketika, di awal tahun ini, aku merasa jadi sangat tertarik dengan bunga mawar (kalau bunga anggrek sih tetap tak tertarik, sama seperti sebelumnya, hehe). Aku mulai membayangkan betapa indahnya halamanku jika ada berbagai macam warna bunga mawar yang bermekaran. Aku pun mulai excited. Wow!
  
Keinginanku itu kemudian kuwujudkan dengan memotong dahan tanaman mawar di halaman nenekku yang berjarak 80 km jauhnya dari rumahku, niatnya mau kukembangbiakkan di rumahku dengan sistem stek. Tapi usahaku itu tidak berhasil. Bukannya berakar, daun-daunnya malah layu. Saat itu aku tahu bahwa semuanya telah gagal.
 
Bulan-bulan berlalu, aku yang tadinya sempat lupa dengan keinginanku untuk punya pohon bunga mawar kemudian teringat lagi. Kali ini keinginanku lebih kuat dari sebelumnya. Aku makin penasaran. Lalu aku mencoba mencari tahu di internet, di mana aku bisa mendapatkan bibit mawar di Jogja. Aku pun menemukan tulisannya mbak Lusi yang berjudul "Tempat Belanja Bunga Hidup Jogja". Sehari kemudian aku mencoba berkeliling di daerah Kotabaru. Ternyata toko bunganya banyak sekali, aku tak tahu harus mulai mencari dari mana. Karena hari itu aku hanya sekedar lewat/mampir, aku memutuskan untuk langsung pulang saja lalu mencari info lagi. Tapi aku lupa *tepok jidat*.
 
Sebulan kemudian, aku pergi ke pasar dekat rumah untuk membeli ikan (untuk makan kucingku). Aku agak kecewa karena sewaktu sampai di sana, hanya tersisa ikan yang rupanya jelek-jelek (FYI, aku sebagai majikan kucingku selalu merasa enggan mengolah ikan yang buruk rupa, tampaknya stok ikan lama). Beruntungnya, ketika hendak pulang aku melewati seorang penjual bibit bunga. Ketika aku mengenali beberapa tanaman sebagai pohon mawar, aku menyempatkan mampir. Ada beberapa macam bibit bunga yang dijual olehnya waktu itu, tapi yang kukenali hanya mawar, haha.
 
Aku sempat bertanya-tanya, “Dari mana penjual ini datang? Biasanya tidak jualan di pasar ini.” Ya, karena aku cukup sering ke pasar itu dan biasanya memang dia tidak jualan di situ. Ternyata memang tempatnya berjualan berpindah-pindah, tergantung pasaran pasar itu kapan.
 
Untuk yang belum tahu nih ya, maksudnya “pasaran” itu: Pahing, Pon, Wage, Legi, Kliwon. Kelimanya ada dalam Kalender Jawa. Jadi seperti hari Senin, Selasa, Rabu, dst, dalam kalender nasional. Nah, pasar-pasar tradisional di Jawa biasanya mempunyai pasaran tertentu dimana saat itu pasar paling ramai (penjual lebih banyak). Selain pasaran itu? Ya penjual yang jualan hanya seadanya. Untuk pasar tradisional yang kukunjungi itu pasarannya tiap Wage, jadi pas Wage banyak penjual yang berjualan sampai ke jalan (bahkan sampai area jalan tertentu ditutup). Selain Wage, penjual hanya ada dalam area los pasar saja (“los” = rumah besar panjang yang tidak berdinding, berpintu dan berjendela. Jadi hanya ada lantai, tiang dan atap. Kata “los” ada kok di KBBI).
 
Singkat cerita, aku memutuskan untuk membeli 2 bibit mawar yang salah satunya sudah mekar berwarna kuning dan yang satunya lagi masih kuncup dan aku tak tahu warnanya apa (kata penjualnya sih warna ungu, tapi aku agak ragu, hehehe). Ketika kubeli, tingginya sekitar 30 cm dan bawahnya dibungkus polybag. Berhubung aku masih tergolong amatiran dalam berkebun, metode penanamannya ya setahuku saja.
 
Pertama, aku menaruh beberapa batu terlebih dahulu di dasar pot. Fungsinya untuk apa aku tak tahu sebenarnya, haha. Asal banget deh, beneran. Absurd banget ya, caranya. Kedua aku memasukkan tanah yang sebelumnya sudah dicampur dengan pupuk. Di sini pupuk yang kugunakan adalah pupuk kandang dari kotoran sapi yang sudah mengering. Berhubung aku tinggal di daerah yang lumayan desa dan tetangga depan rumahku punya ternak sapi (sapinya hanya satu, saat ini kebetulan ‘rumahnya’ sapi sudah dipindah ke kandang kelompok peternak sapi desa), ya aku minta saja untuk campuran media tanam mawarku. Setelah tanah kumasukkan ke dalam pot, lalu kutuangkan sedikit air supaya tanah yang tadinya kering tidak terlalu berdebu ketika diaduk-aduk. Terakhir, kulepas polybag kedua bunga mawarku dan kemudian kutanam di dalam pot (bersama dengan tanah yang tadinya ada dalam polybag).
 
Pas masih layu.
  
Paginya, bunga mawar yang tadinya agak mekar jadi semakin mekar. Tapi ternyata makin siang, mereka makin layu. Aku pun langsung memberikan P3K pada mereka berupa siraman air. Keadaan mereka masih mengkhawatirkan malam itu, bahkan sampai keesokan harinya aku pesimis bahwa salah satunya bisa bertahan hidup. Kupikir, “Apa aku akan gagal lagi kali ini?” Dan suara tawa ibuku yang mencemoohku pun terbayang jelas di benakku. Haha, lebay. Tapi memang ketika aku membelinya, ibuku sempat meragukan pohon itu punya akar, jangan-jangan hanya dahan tanpa akar.
 
Setelah melewati masa kritis selama hampir seminggu (yang dibarengi dengan penyiraman setiap hari), tanda-tanda kehidupan itu mulai muncul meski hanya sedikit. Setelah tampak layu kemudian kembali (agak) segar, beberapa daunnya menguning (ada yang setelah layu langsung mengering). Tapi setelah daun-daun lama itu gugur, tumbuhlah tunas daun baru. Yippiieee~
 
Sudah mulai mekar :)
 
Minggu kedua, karena mereka terlihat bisa beradaptasi dengan lingkungan tanah yang baru dan benar-benar hidup, frekuensi penyiraman kukurangi menjadi 2 hari sekali. Bunga yang tadinya sudah mekar kini sudah rontok, tapi bunga yang tadinya baru kuncup telah mekar sempurna dan ternyata warnanya…juga kuning! LOL. Kuning semua.
 
Minggu ini adalah minggu ketiga mereka di rumahku, mulai sekarang penyiraman akan kulakukan seminggu 2x saja. Bunga yang telah mekar minggu kemarin itu sekarang juga sudah rontok, tapi pasti kuncup-kuncup lain akan bermunculan dan bermekaran. Sedikit kecewa sih karena ternyata warna keduanya sama, tapi karena warnanya tidak biasa (biasanya kan merah) ya sudah tidak apa-apa, bagus juga untuk hiasan di depan rumah. Haha.


1 comment: